KEDIRI
– Aliya Nurlela perempuan yang lahir dari Ciamis Malang, Jawa Timur, telah
menulis novel terbarunya yang bertemakan “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh”.
Novel yang berlatar Tanah Pasundan (Sunda) itu, diterbitkan FAM Publishing
(2014).
Alasan
Aliya menulis Novel ini adalah, ia terinspirasi dari keindahan Kota Galuh yang
melekat sebagai nama kabupaten Ciamis. Dia berkata “ itu adalah sebagai bentuk
kecintaannya terhadap kota dimana tempat ia di lahirkan. Jumat (9/5).
Disebut
Kota Galuh, papar Aliya, karena di Kabupaten Ciamis dahulunya pernah ada
kerajaan besar, yaitu Kerajaan Galuh sehingga nama Galuh melekat dengan sebutan
kota di Ciamis.
“Di
sana juga ada Universitas Galuh, Stadion Galuh, dan beberapa lainnya yang
memakai nama Galuh,” jelas Aliya Nurlela.
Menurut
kabar yang tersiar, novel ini akan diluncurkan dalam sebuah acara diskusi buku
pada 10 Juni 2014 mendatang di Pare, Kediri, Jawa Timur. Akan tampil sebagai
narasumber Muhammad Subhan, Ketum FAM Indonesia yang juga seorang penulis dan
jurnalis.
Novel
ini mendeskripsikan Kota Ciamis secara detail. Penulis memaparkan beberapa
tempat yang ada di kota itu, termasuk yang pernah disinggahinya. Pemandangan
alam, kebiasaan masyarakat, dan segala sudut kehidupan Ciamis begitu apik
ditulis penulis yang pernah diwawancara Majalah Kartini pada 2013 lalu.
Konflik
dalam novel ini terjadi ketika dua tokoh cerita, Sutradara Joe dan Zahda Amir
berseberangan misi di dunia kesenian (tulis-menulis). Sutradara Joe, seorang
sastrawan berpikiran keras, arogan, dan tak kenal kompromi hendak membabat
habis karir Zahda Amir, penulis yang dikenal santun dan menjadi idola pembaca,
dengan melakukan pembunuhan karakter dan memprovokasi anak-anak didiknya,
termasuk Amila untuk tidak terpengaruh terhadap Zahda Amir. Konflik semakin
memuncak ketika Sutradara Joe menculik Amila (tokoh utama) dan menyaderanya.
“Dahsyat
ceritanya, membuat saya tak putus-putus membacanya. Aliya Nurlela, sang penulis
novel, begitu piawai membingkai kisah Amila, si tokoh utama yang rancak, cantik,
tinggi semampai, rambut panjang tergerai, cerdas, suka membaca, dan banyak
prestasi di bidang seni dan menulis, namun saleha dan religius. Seru, asyik,
dan menegangkan,” ujar Yurnaldi, wartawan utama, sastrawan, konsultan media,
mentor jurnalistik dan penulis buku Jurnalisme Kompas ketika memberi apresiasi
terhadap novel itu.
Aliya
Nurlela, lahir di Ciamis Jawa Barat, 2 Juni 1975. Ia suka menulis sejak kecil
berupa cerpen, puisi, naskah drama dan mencipta lagu. Di masa remaja itu pula,
Aliya Nurlela aktif dalam komunitas seni peran dan mendapat bimbingan dari
seniman yang sekaligus sastrawan Sunda. Ia menekuni alat musik modern maupun
tradisional. Pernah menjadi vokalis dalam salah satu kelompok musik yang ada di
daerahnya. Kelas tiga SMA, ia memutuskan berjilbab dan berhenti dari semua
kegiatan seni, kecuali menulis.
Di
saat kuliah, ia mulai aktif di kegiatan dakwah kampus dan beberapa kali menjadi
ketua bidang kemuslimahan. Ia juga aktif mengisi kajian keislaman di beberapa
kampus, mengisi seminar keputrian, mengelola buletin muslimah, membina
kreativitas muslimah dan menjadi delegasi kegiatan-kegiatan kemuslimahan dan
keislaman antarkampus.
Buku-bukunya
yang telah terbit, di antaranya; Sedekah Kunci Pembuka Pintu Rezeki (2010), 100
% Insya Allah Sembuh (2011), kumpulan cerpen Fesbuk (2012), kumpulan cerpen
Flamboyan Senja (2013), Antologi Cerpen Jembatan Merah (2013), Semangkuk Kata
Cinta (2013), Antologi Cerpen Love My Heart (2013). Namanya juga tercatat dalam
buku Ensiklopedi Penulis Indonesia Jilid 1 (2014). Beberapa buku lainnya, baik
fiksi maupun nonfiksi sedang dalam proses terbit.
Saat
ini, Aliya Nurlela aktif mengelola wadah kepenulisan Forum Aktif Menulis (FAM)
Indonesia yang berkantor pusat di Jalan Mayor Bismo, No. 28 Pare, Kediri, Jawa Timur
dan organisasi itu telah memiliki cabang di beberapa kota dan mancanegara.
0 komentar