Lukisan
abstrak karya pelukis realis Abah de Kris yang ditempeli kain batik di salah
satu sudutnya banyak diminati kolektor mancanegara.
Pada waktu di surabaya ia berkata bahwa "Ada belasan lukisan abstrak yang saya tempeli secarik kain batik sebagai tanda buatan Indonesia, dan ternyata diminati kolektor mancanegara," Jumat.
Ia menjelaskan kolektor asing yang tertarik dengan lukisan abstrak yang diberi tempelan kain batik itu antara lain dari beberapa negara di Eropa, seperti Belanda.
Menurut pelukis asli Surabaya yang kini bermukim di Bandung itu, lukisan abstrak yang ditempeli kain batik itu semula dimaksudkan untuk menandakan lukisan buatan orang Indonesia.
Pada waktu di surabaya ia berkata bahwa "Ada belasan lukisan abstrak yang saya tempeli secarik kain batik sebagai tanda buatan Indonesia, dan ternyata diminati kolektor mancanegara," Jumat.
Ia menjelaskan kolektor asing yang tertarik dengan lukisan abstrak yang diberi tempelan kain batik itu antara lain dari beberapa negara di Eropa, seperti Belanda.
Menurut pelukis asli Surabaya yang kini bermukim di Bandung itu, lukisan abstrak yang ditempeli kain batik itu semula dimaksudkan untuk menandakan lukisan buatan orang Indonesia.
"Sejumlah
kolektor dari Australia juga tertarik. Mereka umumnya menyebut lukisan abstrak
dengan kain batik itu sangat dekoratif, jadi cocok untuk dinding kamar
hotel," katanya.
"Tapi, lukisan yang ditempeli kain batik sebagai penanda buatan Indonesia justru menarik perhatian kolektor asing dan akhirnya menjadi ciri khas lukisan-lukisan saya," katanya.
Meski begitu, kata pelukis jebolan Jurusan Arsitek ITS (1990) yang pernah menjadi juara lukis SD dan SMP se-Jatim itu, dirinya tidak meninggalkan tradisi lukis realis yang menjadi keahliannya.
"Bahkan, lukisan saya tentang Mbok Jamu yang melayani pembeli menjadi Juara I ASEAN dalam kompetisi yang diadakan Tim Kesenian Budaya Indonesia di Singapura pada beberapa waktu lalu," katanya.
Ia menilai semua keahlian itu merupakan hasil tempaan dari sejumlah "guru" lukis asal Surabaya yang pernah mengajari dirinya, di antaranya Ryan (kakak), Dadan Gandara, Basuki Buwono, dan sebagainya.
Selain itu, dirinya juga banyak ditempa beberapa "guru" di sanggar seni rupa pimpinan Bagong di Gentengkali (Surabaya) dan sanggar seni rupa pimpinan Hasan Pratama (Bandung).
"Ya, saya banyak dididik seniman Surabaya, bahkan saya juga banyak mendapat inspirasi dari Surabaya, karena itu saya ingin mendirikan museum seni di kota ini," katanya.
"Tapi, lukisan yang ditempeli kain batik sebagai penanda buatan Indonesia justru menarik perhatian kolektor asing dan akhirnya menjadi ciri khas lukisan-lukisan saya," katanya.
Meski begitu, kata pelukis jebolan Jurusan Arsitek ITS (1990) yang pernah menjadi juara lukis SD dan SMP se-Jatim itu, dirinya tidak meninggalkan tradisi lukis realis yang menjadi keahliannya.
"Bahkan, lukisan saya tentang Mbok Jamu yang melayani pembeli menjadi Juara I ASEAN dalam kompetisi yang diadakan Tim Kesenian Budaya Indonesia di Singapura pada beberapa waktu lalu," katanya.
Ia menilai semua keahlian itu merupakan hasil tempaan dari sejumlah "guru" lukis asal Surabaya yang pernah mengajari dirinya, di antaranya Ryan (kakak), Dadan Gandara, Basuki Buwono, dan sebagainya.
Selain itu, dirinya juga banyak ditempa beberapa "guru" di sanggar seni rupa pimpinan Bagong di Gentengkali (Surabaya) dan sanggar seni rupa pimpinan Hasan Pratama (Bandung).
"Ya, saya banyak dididik seniman Surabaya, bahkan saya juga banyak mendapat inspirasi dari Surabaya, karena itu saya ingin mendirikan museum seni di kota ini," katanya.